HMI Komisariat Politani Samarinda Kritik Ketimpangan Pendidikan di Era Kepemimpinan Presiden Saat Ini
3 mins read

HMI Komisariat Politani Samarinda Kritik Ketimpangan Pendidikan di Era Kepemimpinan Presiden Saat Ini

Nettizen.id, Samarinda, 13 Febuari 2025 – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (Politani) secara tegas mengkritik kondisi pendidikan nasional di bawah kepemimpinan presiden saat ini. Dalam diskusi terbuka yang digelar di sekretariat HMI Komisariat Politani, para mahasiswa menyoroti ketimpangan akses pendidikan, implementasi kebijakan yang tidak merata, serta lemahnya perhatian terhadap pendidikan vokasi.

Janji Besar, Realisasi Lemah

Ketua Umum HMI Komisariat Politani, Arianto, menyampaikan bahwa pemerintah terus menggaungkan transformasi pendidikan melalui program Merdeka Belajar. Namun, kenyataan di lapangan jauh dari ideal. “Kami melihat banyak kebijakan yang hanya bagus dalam konsep, tetapi realisasinya masih jauh panggang dari api. Pemerintah harus berhenti sekadar menciptakan narasi tanpa aksi nyata yang berdampak langsung,” tegasnya.

Arianto menyoroti bagaimana sistem pendidikan masih dikuasai oleh pendekatan elitis yang lebih menguntungkan daerah perkotaan, sementara daerah tertinggal terus menghadapi keterbatasan sarana dan tenaga pengajar. “Tidak semua sekolah dan perguruan tinggi punya akses internet yang layak, tidak semua daerah punya guru berkualitas. Sementara itu, kebijakan tetap dipaksakan seolah-olah semua daerah sudah siap,” tambahnya.

Menurut data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), sekitar 40% sekolah di daerah terpencil masih mengalami keterbatasan akses listrik dan internet. Hal ini menjadi penghambat besar dalam penerapan Merdeka Belajar yang banyak berbasis digital.

Pendidikan Vokasi: Retorika Tanpa Arah

Sebagai mahasiswa yang berasal dari perguruan tinggi vokasi, HMI Komisariat Politani juga mengecam minimnya keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan vokasi. “Pemerintah sering berbicara soal pentingnya SDM vokasi untuk masa depan industri, tetapi kebijakan konkret untuk memperkuat pendidikan vokasi nyaris tidak ada,” ujar salah satu mahasiswa dalam forum diskusi.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan Diploma IV atau Sarjana Terapan mencapai 5,76%, lebih tinggi dibandingkan lulusan SMA atau SMK. “Ini bukti bahwa lulusan vokasi tidak mendapat perhatian serius. Dunia industri masih lebih memprioritaskan lulusan akademik, sementara pemerintah tidak berbuat apa-apa untuk memperbaiki koneksi antara pendidikan vokasi dan lapangan kerja,” tambah Arianto.

Beban Biaya Pendidikan yang Semakin Berat

HMI Komisariat Politani juga menyoroti semakin mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi. “Pendidikan semakin menjadi hak istimewa bagi yang mampu membayar, bukan hak dasar bagi seluruh warga negara. Biaya kuliah terus naik, sementara beasiswa tidak menjangkau seluruh mahasiswa yang membutuhkan,” ujar seorang mahasiswa lainnya.

Pada tahun 2024, pemerintah mengurangi anggaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dari Rp 12,9 triliun menjadi Rp 11,3 triliun. Dampaknya, ribuan mahasiswa dari keluarga kurang mampu terancam tidak bisa melanjutkan kuliah. “Ini ironis! Pemerintah berbicara tentang SDM unggul, tetapi justru mengurangi akses pendidikan bagi mereka yang seharusnya mendapat prioritas,” kata Arianto dengan nada geram.

Tuntutan HMI Komisariat Politani Samarinda

Sebagai bentuk kepedulian terhadap masa depan pendidikan nasional, HMI Komisariat Politani Samarinda menegaskan beberapa tuntutan kepada pemerintah:

  1. Evaluasi total program Merdeka Belajar – Pemerintah harus melakukan audit independen terhadap efektivitas kebijakan ini dan menyesuaikannya dengan realitas di daerah.
  2. Pemerataan fasilitas pendidikan – Pemerintah harus memastikan seluruh sekolah dan perguruan tinggi memiliki akses internet, listrik, serta tenaga pengajar berkualitas.
  3. Keberpihakan nyata terhadap pendidikan vokasi – Pendidikan vokasi harus mendapat dukungan konkret dalam bentuk regulasi yang memastikan lulusan vokasi memiliki daya saing di dunia kerja.
  4. Kebijakan pendidikan yang lebih inklusif – Pengurangan anggaran KIP Kuliah harus dibatalkan dan beasiswa pendidikan harus diperluas untuk menjangkau lebih banyak mahasiswa.

“Kami akan terus mengawal isu ini dan memastikan pemerintah tidak lari dari tanggung jawabnya terhadap pendidikan nasional,” tutup Arianto.

Dengan semakin banyaknya kritik dari mahasiswa, HMI Komisariat Politani Samarinda berharap pemerintah segera mengambil langkah serius untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia sebelum semakin banyak generasi muda yang kehilangan masa depan akibat kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *