
Kelompok Tani Usaha Bersama Meraang dan Beberapa Masyarakat, Kampung Tumbit Melayu, Kecamatan Teluk Bayur, Yang Lahannya Masuk Dalam Lokasi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Berau Coal ( BC ) Menuntut Ganti Rugi Lahan.

Nettizen.id, TANJUNG REDEB -Masalah tanah yang masuk Konsesi perusahaan yang berbenturan dengan warga yang dulu membuat kelompok Tani dan sudah mengarap lahan tersebut untuk berkebun dan sudah mendapatkan ijin baik dari Kampung maupun dengan kecamatan. Salah satunya kelompok Tani Usaha Bersama Meraang Kampung Tumbit Melayu kecamatan Teluk Bayur kabupaten Berau. Mulai tahun 2000 mereka membuat kelompok Tani dengan luas lahannya 1290 hektar. Diatas lahan areal PT Berau Coal.
Menurut ketua kelompok Tani Usaha Bersama Meraang sesuai dengan dengan surat keterangan kepemilikan tanah kelompok usaha bersama Sampara kepada media Nittizen id mengatakan, sesuai dengan surat keterangan kepemilikan tanah kelompoknya yang terletak di dusun (Kampung) Meraang Tumbit Melayu kecamatan Sambaliung seluas 618 Hektar.
Ia juga mengatakan lokasi lahan yang digunakan kelompoknya untuk berkebun berstatus Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) dengan surat rekomendasi nomor 140/362/pem-K. SBL/2000, tentang kelompok Tani Usaha Bersama. Dalam pengembangan perkebunan tersebut luas lahannya menjadi 1290 Hektar dengan kepemilikan lahan 647 lembar surat garapan tanah perkebunan. Dalam perjalanan waktu PT. Berau Coal ( BC ) pemilik lahan mengambil alih lokasi tersebut dengan cara membuat jalan holinng kendaraannya. Akan tetapi lahan yang sudah menjadi kebun kelompok Tani Usaha Bersama itu selama 15 tahun yang masuk kelompok tim 9 RT 001 dan RT 002 yang terletak di kampung Tumbit Melayu yang masuk wilayah PT Berau Coal sampai saat ini belum menyelesaikan ganti rugi.
“Kami sangat berharap dengan adanya ganti rugi lahan dan hasil kebun kelompok Tani Usaha Bersama diselesaikan dengan baik oleh PT Berau Coal. Kami sangat berharap niat baik perusahaan”ujar Sampara.
Pria yang akrab disapa Sampara ini menceritakan awal mula mula perjuangan bersama petani lainnya yang juga warga kampung Tumbit Melayu, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. untuk membuka lahan pertanian yang kini menjadi lokasi IUP PT Berau coal ( BC )
Saat itu tahun 2000. Dia bersama 10 orang lainnya nekat menyeberangi sungai kelay dari kampung Tumbit Melayu menuju yang di namakan Meraang seberang menggunakan perahu tanpa mesin, hanya mengandalkan dayung. Berbekal tekad yang kuat untuk meraih kehidupan dan rezeki halal, akhirnya mereka tiba dengan selamat Sampai di seberang Meraang.
Mereka kemudian menggarap lahan pertanian di sana. Menanam tanaman jangka pendek dan tanaman jangka panjang.
“Kita membuka lahan pertanian itu awalnya sekitar 30 hektar dan terus berkembang menjadi 618 hektar kemudian dibuat surat kepemilikan tanah kelompok Tani Usaha Bersama dan kembali berkembang menjadi 1290 hektar.”Kata Sampara.
Menurutnya, dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, Pasal 68 ayat 4 menyebutkan ’setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena hilangnya hak atas tanah miliknya sebagai akibat dari adanya penetapan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku’.
”Artinya perusahaan wajib menyelesaikan ganti rugi tanah kepada masyarakat. Memang undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan itu, kalau ada masyarakat yang merintangi jalan tambang, maka harus ditindak secara pidana. Tetapi di pasal 68 mengatakan bahwa ada permasalahan tanah harus diselesaikan dulu. Jadi bukan berarti orang itu merintangi jalan tambang (dilakukan) secara sengaja, tanpa sebab,” terangnya.
Ketika media Nettizen.id menghubungi Corporate Communication Superintendent PT Berau Coal, Rudini yang dikonfirmasi terkait tentang masalah lahan kelompok Tani Usaha Bersama Meraang Kampung Tumbit Melayu kecamatan Sambaliung seluas 1290 hektar, tidak mengatakan apapun hingga berita ini diturunkan. (Bram)